How To Be The First One in Writing Blog


 Resume 4
Materi How To Be The First One in Writing Blog

24Januari 2022

Narasumber : Maesaroh, M.Pd

Moderator    : Widya Setianingsih


Bismillahirrahmanirrohim

Percaya Diri, Kita Biasa, Kita Mampu?

           Sama, masih sama sperti hari-hari sebelumnya. Dua jagoan sepertinya tahu kapan mamanya sedang mencoba fokus, memerlukan waktu untuk menyimak WAG. Semakin perhatian tertuju ke ke HP, semakin pintar mereka memposisikan dan meniru kata-kata mamanya. “Nanti sakit lho matanya”  “Hp terus,” kata si Sulung. Hebat memang analogi seorang anak.  “Mah, gak pakai kaca mata, gak sakit matanya, nanti kalua sudah selesai, Lin pinjam ya Hp mama.

         Terus bagaimana bisa memahami materi narsum apalagi menulis resume dengan cepat. Apalagi jika papanya anak-anak sudah menegur misterius,  “Gak, bisa apa dilanjut besok.”  Byar, buyar sudah apa yang baru sampai di angan-angan. “Tidurkan dulu anak, ‘keloni’ dah malam, biar besok Subuh gak lambat.”   “Mah, num cucu,” pinta si Bungsu  yang genap usia 3 tahun. “Mah, temanin tidur”, teriakan  si Sulung. Si Sulung meskipun sudah kelas 4 SD tetap saja masih manja dan kadang muncul penakutnya. Apalagi jika baru membaca atau nonton cerita hantu.

         Begitulah suasana setiapa malam, tidak hanya waktu mengikuti kelas menulis ini. Seorang ibu, istri, pekerja, dan ‘penulis’. Minimal saat ini sedang senang menulis dan mengikuti kelas-kelas, ataupun even menulis. Diupayakan seimbang dan memposisikan diri kita sebagai wanita hamba Allah, terutama sebagai seorang istri, dan aktivitas kita pun bisa tetap berjalan.

Dikutip dari REPUBLIKA Co.id,  Islam Digest Tuesday, 22 Jumadil Akhir 1443 / 25 January 2022

Firman Allah dalam surah An Nisa ayat 34, Allah berfirman, "Kaum laki-laki itu pemimpin wanita.    Mengikuti apa yang disampaikan suami bukan semata-mata karena suami, melainkan karena memang disebutkan pula oleh Allah. Kewajiban kedua yaitu istri wajib bersikap taat pada suami. Sama seperti kewajiban sebelumnya, ketaatan ini hadir atas dasar karena Allah SWT.                                                                                      

          Jadi ingat, saat ikut pelatihan menulis puisi. Jangankan puisi yang bermisi, bermajas tercipta, kaya diksi, mau nulis terntang apa, menentukan tema, atau memahami tema yang sudah ada saja bingung. Sampai akhirnya mengungkapkan kekosongan imaji pada coretan, yang ntah itu dikatakan puisi atau bukan, berikut ini

 

                  Kuingin Berpuisi

Puisi 1

Ketika gubuk metro berlampu pelangi

Hati terpaut walau dinding bisu menghalangi

Dekat netra ini coba menerobos tirani

Dari kukungan kata frasa mengimaji

Di dinginnya rerimbunan daun yang pasi

 

Bukan siapa, sesuatu yang bukan sesuatu

Tapi ada, sang pemimpi yang miskin imaji lemah logika

Mencoba menyibak menyelusup dedaunan

walau tanpa makna

Tanpa nyali di tengah gembok kreasi membentengi

Frasa terpendam: kuresapi ilmumu

MenikDA

Palangka Raya 08:40

 

                Kuingin Berpuisi

       Puisi 2

Masih Kosong

Bulir pucuk daun menetes dingin

Bening mengalir meresap menggugah ingin

Ketika lembut cahaya menerobos sela ranting

Mengusap meresap bahagia yang kian kering

Kini terbuai khayal mimpi menguning

 

Akankah bertahan

Dalam genggaman

Bentangan kata mengurai frasa harapan

Kala getar pena menggurat angan

Tanpa makna

Hatikupun berkeluh  : masih kosong

 Hampa

 

MenikDA

Palangka Raya, 190121

O7.:40

 

  

            Dan ketika awal menyimak materi malam ini, seorang narsum yang kaya diksi, majas, terampil merangkai kata, mengurai makna, rasa keder muncul. Seorang penulis muda yang sudah mempunyai banyak karya, yang sangat kompeten ibu Maysaroh, M.Pd.

Muncul rasa cemburu, itu pasti. Apalagi pernyataan moderator Widya Setianingsih selama mengikuti pelatihan, selulu menulis resume tercepat. Bukan hanya tercepat tetapi setiap resumnya selalu penuh makna, jago diksi jadi enak dibaca dan setiap resume banyak pengunjungnya. Tidak hanya itu dapat menyelesaikan buku dalam waktu dua hari.

Tapi kenapa harus cemburu?  ya cemburu dengan prestasinya, kecakapannya, kepiwaiannya mengolah kata ibu Maysaroh?  Beliau sampaikan “saya bisa, saya harus bisa, dan saya mampu” jangan silau dengan prestasi orang, jangan menjadi orang lain, jadilah diri sendiri. Sederhana, sedikit tetapi bisa bermanfaat untuk orang lain.


 

Caranya bangaimana ? banyak teknik dan metode yang beliau sampaikan. Sungguh penulis cerdas beliau.

Beliau sampaikan tidak ada aturan yang baku dalam menulis resume. Akan tetapi, jika nanti hasil resume bisa dibukukan dengan cepat, harus mengaitkan referensi lain untuk dipadukan dengan bahasa narasumber.

         Beberapa trik  beliau sampaikan agar kita bisa menulis resume yang berkualitas. Sebaiknya gunakan bahasa sendiri, gaya tulisan sendiri terutama di awal menulis atau pendahuluan dengan teknik BLURB, Agar pembaca terpancing, tertarik membacanya. Kita juga harus percaya diri dengan tulisan kita.

Iya betul daripada plagiat, lebih baik karya, tulisan kita sendiri lebih tenang dan menjiwai itu jika saya. Walaupun terkadang terbentur copypaste itu karena terdesak waktu, ada perasaan gugup dan kurang percaya diri dengan pendapat atau Bahasa sendiri.

Untuk itu, menghindari plagitisme, buatlah parafrase dari Bahasa narasumber, atau ATM, ambil tulis dan modifikasi.


 

Saya sangat senang dengan pernyataan narasumber “be your self” Tulislah apa yang kamu senangi dan mampu. Betul dengan itu kita kan menikmati proses kita menulis. Rasa ingin kembali menulis dan menulis, gairah menulis muncul dalam diri kita. Seperti yang disampaikan juga oleh narasumber pada pelatihan sebelumnya Mejadikan Menulis sebagai Passion. Bergairah menulis, dan menulis itu gairah.

Ibu Maysaroh, juga menyampaikan pengalaman beliau waktu mengikutii kelas menulis. Beliau selalu siap 10 menit sebelum kelas dibuka, menyiapkan parafrase, referensi terkait, dan sangat menentang plagiat, copy paste. Andai mengutip juga harus disampaikan sumber kutipan.

           Mengkin hal mudah trik-trik itu dilakukan beliau, karena memang sudah dibekali kemampuan diksi. Akan tetapi sebenarnya bisa juga kita lakukan. Hanya terkadang kita kurang bisa menerima kenyataan jika awal mula tulisan kita belum sesuai target. Seperti saya, merasa cepat puas, kurang biasa menerima kritikan, dan kurang menghargai karya orang, dengan kurangnya membaca.  Hal seperti itu sangat mudah terjadi, apalagi waktu yang terasa sempit, sibuk dinas dan keluarga, apalagi usia sudah tidak muda lagi, ada anak kecil.

Padahal waktu yang sempit di tengah kesibukan itu justru waktu yang berkualitas. Pada beberapa hari lalu agak lupa ntah OmJay atau narasumber yang lain dalam sebuah chat di WAG, “memberi tugas pada bapak ibu yang sedang sibuk, suatu kesengajaan, karena dengan waktu yang padat pekerjaan tentunya akan lebih fokus memanfaatkan waktu untuk mengerjakan tugas, yang akhirnya tugas itupun akan terselesaikan dengan cepat”

Menulis, biasakan menulis, sering menulis, sering berlatih,  jadikan menulis itu hal yang biasa tetapi sangat luar biasa dampaknya, semakin sering menulis semakin terampil.  Tidak hanya ibu Maysaroh tetapi juga narasumber yang lain selalu menekankan hal itu


 

         “Jadilah menulis cerdas yang siap menerima perubahan”   kata penuh motivasi dari ibu Maysaroh sebagai penutup materi.  Percaya diri bagus, terbuka kritikan, dan mau mencoba yang baru, temukan dan tekuni gaya sendiri. Seperti gaya tulisan Tere liye  yang selalu saya sukai dan banyak orang menanti dan tidak bosan untuk mengulang membacanya.

Insyaallah seperti yang Mbak May, saya sepertinya nyaman menyapa beliau dengan Mbak, karena beliau jauh lebih muda dari saya. Dengan sebutan ‘Mbak’ untuk menghormati beliau dengan segala  prestasinya.

 Iya seperti Mbak May,  sebagai penutup dari resume  ini, waktu yang paling ideal untuk menulis menurut saya seperti halnya beliau adalah fajar sebelum subuh, tetapi kalua saya setelah subuh juga. Karena tenaga energi yang segar, hening, imajinasi, cepat muncul, sukma terasa bangkit. Udara subuh yang memberikan energy positif kita akan merasa damai. Sehingga  imajinasi, ide mengalir dengan baik mengikuti urat nadi dan sejalan dengan tarikan nafas kita. Untuk itu berwudhu terlebih dahulu menjadikan kita dalam menulis suci dari hadas. Dan memang menjaga wudhu sangat di anjurkan, yang semoga apa yang kita lakukan terhindar dari hal yang negatif, kotor hati juga pikiran.

Seperti Hadist berikut ini

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:”Barang siapa berwudhu dan membaguskan wudhunya (menyempurnakan wudhu dengan memperhatikan fardhu dan sunah-sunahnya),maka keluarlah dosa-dosa dari jasadnya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya”. (HR Muslim).

Kita juga awali dengan menyebut  AsmaNya, Bismillahirrahmanirrahim

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ukiran Indah MICHIKO DENIM

Menulis Buku? Ayo Dipasarkan dan Menambah Pemasukan

Self Remember